Cara Menjadi Pribadi Yang Punya Harga Diri

Nathaniel Branden adalah guru "Rasa Harga Diri". Orang itu seperti seniman batu marmer yang pantang menyerah dalam berkarya, Branden menghabiskan hidupnya untuk mempelajari dan menulis buku tentang Rasa Harga Diri. Setiap kali memahat, membentuk saripati panduan untuk Aktualisasi Diri. Bahkan Branden mengakui bahwa topik tentang Rasa Harga Diri membutuhkan banyak hal untuk diteliti, tetapi bukunya "The Six Pillars of Self Esteem" dahsyat memaparkan 6 cara mendasar untuk pikiran yang sehat dan citra diri.

“Pergolakan hidup pada masa ini menuntut kita untuk memiliki identitas yang jelas, kompeten dan berharga," tulis Brandon. Baik ketika memikat wanita, mengejar karir, atau hal sesederhana berjalan kaki di jalanan dengan rasa penuh percaya diri, praktik Rasa Harga Diri akan mendongkrak hidup anda menjadi lebih baik.



Harga Diri Ditentukan oleh Anda Sendiri, Bukan Orang Lain.

Pada awal buku The Six Pillars, Dr Branden melakukan pengamatan yang tajam: Untuk menghindari kesan sombong atau berlebihan, orang berusaha untuk sopan dan sederhana dengan harapan orang lain akan menilai mereka demikian. “Sikap itu menandakan bahwa yang bersangkutan meyakini bahwa Harga Diri ditentukan oleh orang lain".
Hal itu merupakan kesalahan mendasar. Meski pengakuan adalah penghargaan besar, tak ada salahnya percaya diri sesuai dengan hak anda untuk bahagia. Tak ada salahnya bangga pada pencapaian anda sendiri dan menunjukan pada dunia bahwa anda pribadi yang berharga. Kalau kita membuang waktu mencoba membuat orang mengagumi dan mengakui kita, dari awal kita sudah merendahkan diri sendiri karena tidak meyakini bahwa diri kita tidak berharga.

Perbedaan Antara Harga Diri dan Arogansi.


Banyak orang menyalahartikan antara Harga Diri yang tinggi dengan Sombong, padahal ada perbedaan yang jelas antara percaya diri yang berlebihan dengan percaya diri itu sendiri:

“Orang yang mempunyai Harga Diri tidak pernah punya tujuan untuk menunjukan bahwa diri mereka lebih mulia dari yang lain, mereka menikmati sikap untuk menjadi diri sendiri, bukan untuk menjatuhkan orang lain.”
Saya bukan tipe orang yang suka menggunakan metafora yang menggunakan cara anjing melihat dunia, tetapi Nathaniel Branden menusuk pada poin masuk akal ketika ia gambarkan bagaimana ia memperhatikan anjingnya bermain di halaman belakang rumahnya: “Ia tidak berfikir bahwa hidupnya lebih bahagia dari anjing tetangga sebelah. Ia gembira, sesederhana itu."
Hidup bukan tentang berada di puncak kesuksesan, tapi tentang menikmati dan mensyukuri apa yang kita punya. Orang-orang yang mencari pengakuan dan iri, biasanya tidak percaya diri. Mereka yang punya Harga Diri tinggi biasanya bahagia dan bersyukur dengan apa yang dia miliki tanpa membandingkannya dengan apa yang orang lain miliki.



Ah Sudahlah! Harga Diri Itu Apa Sih?

Prinsip dasar Harga Diri dituliskan pada bab pertama:“Meyakini suatu pemikiran dan mengetahui hal itu membahagiakan, adalah inti dari Rasa Harga Diri."

Harga Diri bukanlah persaingan, tidak diukur dari seberapa tinggi nilai seseorang dari yang lainnya, tetapi soal bagaimana seseorang menghargai dirinya sendiri.

Lebih mendalam Nathaniel Branden membagi Rasa Harga Diri menjadi dua komponen utama:
Berdaya Upaya

“Berdaya artinya memiliki kemampuan untuk mencapai hasil yang diinginkan".

Mengambil proyek ini merupakan tantangan bagi saya. Saya bukan pembaca yang baik, dan belum pernah menulis buku yang dipublikasikan secara luas. Jadi saya mengakui bahwa tantangannya sangat berat, karena gagal bukan hanya akan membuat saya kecewa tetapi juga orang-orang yang menantikan tulisan saya. Di satu titik saya sempat mengira bahwa saya terlalu mengawang-awang: “Apa hak saya menuliskan artikel tentang Rasa Harga Diri?".

Mengatakan pada diri anda sendiri bahwa anda tak akan bisa menyelesaikan sesuatu tak akan membuat diri anda maju. Menjaga Daya Upaya artinya mempercayai bahwa anda punya kemampuan untuk merobohkan penghalang dan mencapai goal anda.

“Percaya diri dalam Daya Upaya berarti percaya pada kemampuan diri untuk mempelajari apa yang kita butuhkan dan lakukan untuk mendapatkan hasil yang kita inginkan."



Menghargai Diri Sendiri


Pada satu sisi, hampir semua orang pernah mensabotase diri sendiri untuk gagal. Barangkali saat interview promosi jabatan, atau hubungan dengan seseorang yang mereka anggap terlalu sempurna untuk mereka. Apapun bentuk kehilangan dari kegagalan itu, biasanya diakhiri dengan penyesalan. "Padahal aku pantas mendapatkannya."

Perilaku ini tidak hanya merusak diri sendiri. Orang lain tidak punya urusan apalagi tanggungjawab untuk menjaga Rasa Harga Diri kita, bukan mereka yang memutuskan, tetapi kitalah yang menentukan apakah kita layak atau tidak merasakan kebahagiaan. Kelayakan adalah sebagian dari Rasa Harga Diri. Pada saat yang bersamaan merawat dan menjaga Khasiat Diri untuk mencapai tujuan kita, kita juga harus "Anggap diri kita layak menerima penghargaan atas pekerjaan yang kita lakukan".
Inilah 6 Pilar Itu:

1) Hidup Dengan Kesadaran

“Mereka yang meyakini bahwa diri mereka sangat pintar tanpa belajar terus menerus sedang melesat dengan cepat menuju hilangnya kesadaran diri.”

Sudah jadi trend umum, kita meyakini kita telah tahu segalanya. Bahwa kita apa adanya akan begini begini saja dan tidak akan tumbuh berkembang lagi. Kita telah mencapai titik dalam hidup kita "Begini saja" lalu melewati setiap hari mengenang kehebatan kita di masa lalu dan berharap masa depan yang cerah tanpa berbuat apapun


Nathaniel Branden berpendapat (dan saya setuju) bahwa ini kontraproduktif. Untuk merawat Rasa Harga Diri yang sehat , anda harus fokus pada satu hal bisa anda kendalikan: Yaitu Disini dan Sekarang. Ini berarti sadar dengan apa yang sedang terjadi saat ini, sadar pada arah yang anda tuju dan melakukan perubahan yang diperlukan untuk memastikan hal tersebut mengarah pada hal yang anda harapkan.


2) Menerima Keadaan Kita Sendiri.

“Menerima keadaan berarti berpihak pada diri diri sendiri.”

Mungkin inilah pilar yang tersulit. Kita semua punya aspek yang mengharapkan diri kita sendiri berubah. Mungkin itu adalah salah satu aspek karakter, kesalahan masa lalu, tapi biasanya kemudian lebih sering bersifat fisikal dalam pelaksanaannya. Tapi, tanpa menghiraukan apa yang tidak kita suka pada diri kita sendiri kita harus belajar untuk menerima semua. Ini bukan berarti menikmati kekurangan kita. Justru mengakui dan menaklukan itu semua.


“Menerima keadaan kita sendiri, memerlukan kesediaan diri kita untuk mengakui, nampak dimata kita, tanpa mengelak apalagi membantah - kita pikir apa yang kita pikirkan, merasa apa yang kita rasakan, menginginkan apa yang kita inginkan, telah melakukan apa yang kita lakukan di masa lalu, seperti apa adanya kita."


3) Bertanggung Jawab


Rasanya kita semua pernah menyalahkan seseorang atau sesuatu pada saat tertentu, saat kita dalam kesulitan. Biasanya menyalahkan orangtua kita; mereka tidak cukup menyayangi kita, mendukung cita-cita kita, atau memperlakukan kita seperti orang dewasa. Mungkin juga seorang boss yang tidak memberi kita promosi karir, atau guru yang tidak meluluskan ujian. Akhirnya tetap sama: Kita merasa aman menempatkan diri sebagai korban dalam cerita hidup kita.


Melalui The Six Pillars, Dr. Branden menunjukan dan mengingatkan kita bahwa "Tak ada yang akan menolong kecuali diri kita sendiri." Kita bisa menempatkan diri sebagai korban sesuka hati kita, tapi pada akhirnya perilaku kita sendiri adalah satu-satunya hal yang bisa kita kendalikan, dan menyalahkan orang lain atas masalah yang kita punya sambil menunggu orang lain untuk menolong kita pada akhirnya akan mengecewakan diri kita sendiri.

“Kalau ada masalah, lelaki dan perempuan bertanggungjawab akan bertanya pada diri sendiri 'Apa yang bisa dan mungkin untuk saya lakukan dalam menyelesaikan masalah ini?’ … Mereka tidak protes; Hey ini bukan kewajibanku!… biasanya mereka berorientasi pada solusi.”

4) Berlaku Tegas

“Berperilaku tegas artinya hidup tanpa kepalsuan, bicara dan bersikap hanya berdasarkan perasaan dan pendirian terdalam."

Meskipun tidak setuju, orang biasanya menerima mereka yang percaya diri pada pendapat dan keyakinan dirinya. Dengan memegang teguh kata-kata dan perilaku yang kita tunjukan, kita menampilkan bahwa diri kita yakin dan percaya diri, sesuatu yang banyak orang harapkan secara diam-diam.

Wajar saja jika kita mencoba untuk memodifikasi perilaku kita agar lebih punya daya tarik bagi orang di sekitar kita, tetapi kita harus jujur pada diri sendiri, apa adanya.


5) Punya Tujuan Hidup


“Punya tujuan hidup artinya hidup produktif, itulah yang diperlukan untuk menaklukan kehidupan." 


Menurut saya, pilar yang satu ini paling mudah untuk ditiru agar menjadi orang yang punya keyakinan. Dunia ini umumnya dipenuhi oleh orang yang hidupnya hanya menumpang lewat; bekerja dari pagi sampai sore, dan mungkin dengan kerja sampingan. Waktu libur dihabiskan untuk main video game, nonton film, atau nongkrong dengan teman. Dan semuanya punya cita-cita yang ingin mereka capai, tapi kesempatan untuk meraih itu tidak pernah muncul.
“Punya tujuan hidup” artinya bukan hanya punya cita-cita hidup, tetapi juga harus disertai perilaku yang yang mengantar kita untuk melakukan pencapaian. Yang harus digaris bawahi adalah; Bagi sebagian orang hal itu menakutkan. Kalau kita terlalu takut gagal, kita tidak menghargai diri sendiri karena tidak percaya pada kemampuan diri sendiri, sementara yang penting adalah mencoba dengan segala daya upaya kita.

Penting diingat “Jika saya tidak melakukan sesuatu, tak ada hal yang akan berubah."
6) Berintegritas

“Integritas adalah perpaduan idealis, berpendirian, bermartabat, punya keyakinan dan perilaku. Ketika perilaku dan kebiasaan kita cocok, kita punya integritas."
Saya yakin kita semua pernah munafik. Kita mungkin tidak mengakui kemunafikan itu, tapi kita akan selalu bisa merasakannya ketika kita munafik. Tanpa menghiraukan bagaimana jika orang lain tahu jika kita tidak meyakini apa yang kita lakukan, ada perasaan sesak karena kita telah menjadi orang yang kita sendiri inginkan. “Inti dari rasa bersalah, entah kesalahan besar atau kecil, adalah menyalahkan diri sendiri.”

Dengan hidup penuh kesadaran, kita juga harus sadar pada martabat diri dan memegang teguh martabat itu. Mungkin sulit mempertahankan integritas di dunia yang mana orang-orang amoral justru hidup sukses (sebagai contoh politisi) demi identitas diri, kejujuran sangat penting.

Kita harus tegas menyampaikan siapa diri kita sebenarnya dan apa yang kita yakini, dan pada saat yang bersamaan kita harus rajin bekerja untuk mencapai apa yang kita inginkan.

Dikutip dan diterjemahkan dari tulisan Neil Strauss dalam artikel "What Is Self Esteem & How To Get Some

Comments

Popular posts from this blog

Akibat Stress Pada Tubuh, dan Cara Menanganinya

3 Cara Orang Sukses Berhasil Lebih Cepat